Selamat Datan_

Jumat, 20 September 2013

PERMULAAN DOKUMENTASI HADITS (Tradisi tulis-Menulis di Jazirah Arabia Sebelum dan Awal Islam)

           Pelacakan historis terhadap budaya tulis-menulis di Jazirah Arabia pada saait menjelang dan awal kedatangan Islam menjadi sebuah agenda yang cukup penting artinya karna hal itu akan dapat dijadikan pertimbangan yang lebih objektif untuk melihat kemunkinan mengenai sejauh mana tadwin hadis dapat dilangsungkan pada masa
yang paling awal dalam sejarah Islam. Sejauh ini, ada asumsi bahwa bangsa Arab merupan bangsa yang buta huruf, yakni tidak bisa baca tulis, hal itu pula yang oleh sebagian kalangan sebagai salah satu alasan mengapa hadis belum dituliskan pada periode paling awal dalam islam.Akan tetapi,asumsi itu tidak sepenuhnya dapat diterima.Bagaimanapun tradisi tulis menulis dikalangan masyarakat Arabia, berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipercaya, telah dimulai jauh sebelum islam datang, Beberapa peribahasa, kata-kata mutiara, dan peristiwa-peristiwa besar dari masa pra-Islam telah dicatat dengan menggunakan tinta putih atau hitam- dalam suatu bahan dikenal dengan nama shahifah, majallah dan rausam. Jejak tertulis bahkan masih dijumpai pada masa hidup Nabi SAW. Kemudian meminta kepadanya untuk dapat membaca majallah itu. Selesai membaca, Nabi SAW pun berkata kepadanya bahwa iya memiliki suatu yang lebih utama dari majallah itu, yakni Al-qur’an yang diturunkan kepadanya. Penting pula dicatat bahwa dikalangan masyarakat Arab pra-Islam dijumpai sejumlah bukti bahwa para kabilah seringkali menuliskan syair-syair yang berasal dari para tokoh mereka. Mereka juga mencatat cerita-cerita perang, kehidupan sehari-hari, perjanjian-perjanjian dan persetujuan-persetujuan antar suku, silsilah dan keturunan, dokumen-dokumen, dan sumpah-sumpah. Begitu dari tangan mereka diperoleh bukti-bukti tertulis berupa surat-surat pribadi dan sejenisnya.
            Bukti tertulis lainnya yang juga telah dikenal dikalangan masyarakat Arab pra-Islam adalah berupa teks-teks sakral keagamaan yang termuat dalam Taurat, Injil, kitab Daniel, dan kitab-kitab keagamaan lainnya dari Kaum Hanafiyyah maupun Kaum Sabean. Jejak dari kitab-kitab ini pun sebagiannya bahkan masih ditemukan pada masa awal islam . Misalnnya saja, dikabarkan bahwa ‘Abdullah ibnu ‘Amr ibn al-‘Ashtelah menghimpun dan menguasai ajaran-ajaran tertentu yang tertulis dalam kiab Taurat. Contoh lainnya, dikisahkan bahwa ‘Umar ibn al-Khattab pernah menyalin sebuah kitab yang berasal dari ahli kitab- Taurat atau mungkin kitab Daniel- di atas sebuah kulit yang berwarna merah kemudian diperlihatkan kepada Nabi saw. Begitu melihat kitab itu ditangan ‘Umar, kontan Nabi saw memarahi dan mencelanya. Boleh jadi karna peristiwa itu, ketika menjadi kholifah, ‘Umar pernah memanggil salah seorang dari kabilah ‘Abd al-Qois lantaran telah menyalin kitab Daniel dan meminta untuk merobeknya serta yang bersangkutan di ancam dengan hukuman berat jika ada orang lain yang membacanya. Jejak lainnya, ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Waraqoh ibn Naufal telah menyalin Injil kedalam bahasa Ibrani ataupun Arab.
            Sejumlah temuan arkeologis juga membuktikan bahwa tulis-menulis telah dikenal di daerah Jazirah Arabia beberapa abad sebelum islam. Prasati dalam abjad Nabaten, Lihyanik, dan Tsamudik ditemukan di Arabia bagian barat laut yang berasal dari abad-abad sebelum kedatangan islam. Sementara untuk bahasa Arab klasik dan tulisan-tulisan bahasa Arab, peninggalan paling awal adalah tiga grafiti yang tertera pada dinding sebuah kuil di Syiria, yang berasal dari abad ke-3 M, sementara empat prasasti Kristen yang ditemukan berasal dari abad keenam. Prasasti yang lebih awal dari kedatangan Nabi saw. Memang belum ditemukan di sekitar Mekkah dan Madinah. Namun, tidak juga dapat dilupakan bahwa Mekkah merupakan kota niaga ya ng mengendalikan perdangan untuk keberdaannya. Dalam hubungannya yang teratur dengan wilayah-wilayahyang tulis-menulis telah menjadi tradisi, para pedagang Mekkah tentu telah mencatat semua transaksinya. Jadi, bisa diasumsikan bahwa tulisan sudah cukup dikenal disitu. Dengan demikian, tidak disangsikan bahwa beberapa abad sebelum kedatangan Islam di sebelah utara Jazirah Arabia sudah dikenal tradisi baca-tulis. Kota Mekkah sebagai pusat perniagaan yang istimewa menjadi saksi adanya orang-orang yang mempunyai keahlian baca-tulis, dan dari segi jumlahnya mereka lebih banyak dibanding orang-orang yang memiliki keahlian yang sama di Madinah. Lebih jauh, sumber-sumber historis pun menunjukkan bahwa dikawasan utara Jazirah Arabia pernah berdiri kerajaan-kerajaan Protektorat (pemerintahan militer). Disebelah utara agak barat ada kerajaan Ghassan yang beada dibawah perlindungan Romawi, sedang disebelah utara agak ke timur terdapat kerajaan Hirah yang berada dibawah pengaruh persia. Kedua kerajaan itu telah mengambil peranan dalam pelbagai macam peradaban Romawi dan Persia. Digambarkan oleh Syalabiy, kedua kerajaan itu laksana jembatan yang dilintasi aneka ragam peradaban dari Romawi dan Persia menuju Jazirah Arabia.diantara jenis peradaban tersebut yang terpenting adalah pelbagai ilmu , keahlian baca tulis. Dan seni berperang.
            Sementara itu, penduduk di bagian selatan Jazirah Arabia dapat dikatakan selangkah lebih maju dibanding penduduk dibagian utara kawasan itu dalam hala tulis-menulis. Penduduk Yaman, miasalnya, sejak lama mencatat peristiwa-peristiwa yang dialami. Mereka juga sudah mengenal kalender sejak tahun 115 SM. Berita yang diperoleh dari tulisan- tulisan yang yang detemukan ditempat-tempat peribadatan mereka sebelum islam, yang terpenting adalah berita tentang runtuhnya bendungan Ma’rib yang menimbulkan banjit besar dan memaksa penduduk negri itu untuk hijrah Hijaz, Tihamah, Nejd, Irak, dan Syiria. Penduduk yaman diketahui telah mengenal bentuk tulisan yang disebut dengan musnad. Sejumlah naskah tertulis dengan aksara Himyar(musnad), yang kebanyakan berisi doa-doa, telah ditemukan di Yaman.
             Kegiatan tulis menulis di daerah Jazirah Arabia terus berlanjut ketika Islam datang. Diperoleh kabar dari sebagian sejarawan bahwa pada saat datangnya Islam di Mekkah hanya terdapat tujuh belas orang yang dapat menulis. Akan tetapi, kabar itu dinilai Azami terasa ganjil mengingat Mekkah merupakan kota Kosmopolitan, pasar barter, dan persimpangan jalan yang dilalui para kafilah. Lagipula data yang dikemukakan ternyata belum memasukkan sejumlah nama yang juga dikenal memiliki kemampuan tulis-menulis. Kalaupun sumbernya benar, menurut Shubhiy al- Shalih, kabar ini pasti bukan berdasarkan hasil penghitungan yang rinci atau penelitian yang komprehensif, melainkan hanya perkiraan yang samar dan tidak pasti. Apalagi jika mau menengok kembali kepada sejarah peradaban dan sastra Arab pra Islam, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah orang Arab yang melek huruf, tentu lebih banyak lagi. Terlepas dari perbedaan pandangan itu, yang jelas kehadiran Islam telah ikut menanamkan benih bagi tumbuhnya budaya tulis-menulis di Jazirah Arabia. Alqur’an sebagai kitab suci agama Islam sejak wahyu yang pertama telah memberikan indikasi betapa pentingnya tradisi baca tulis. Sementara nabi SAW, sebagai pembawa risalah Islam juga memberikan stimulasi bagi pertumbuhan dunia pendidikan dan pengajaran, termasuk baca tulis. Bahkan, naluri dasar dari risalah Islam itu sendiri, membutuhkan banyak pencari ilmu, pembaca dan penulis. Pencatatan wahyu misalnya, jelas memerlukan beberapa juru tulis. Sementara itu, urusan-urusan kenegaraan seperti surat-menyurat, pakta-pakta, dan juga piagam-piagam juga membutuhkan sejumlah sekretaris.jadi, mungkin itu semua sudah menjadi bukti yang kuat bahwa tradisi tulis menulis di Arabia sudah ada sebelum islam datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar