Allah yang maha bijaksana memperbolehkan seseorang untuk nikah
satu,dua sampai empat wanita,dengan syarat dia mampu berbuat adil. Allah
melarangnya kawin lebih dari empat karna
melebihi batas jumlah itu akan mendatangkan
aniyaya seperti yang telah diketahui dengan jelas. Seorang tidak mungkin mampu
untuk menahan diri dari perbuatan aniyaya tersebut meskipun sudah mempunyai
pengetahuan dan ilmu banyak.
Naamun larangan itu tidak berlaku
bagi Nabi Muhammad SAW. Karna beliau adalah manusia yang terjaga dari kesalahan
dan tidak pernah menyalahi Al-Quran dalam segala keadaan.diriwayatkan bahwa
seorang laki-laki yang bernama Ghailan masuk Islam sedang Istrinya berjumlah
sepuluh orang.maka Rosulullah menyuruhnya untuk memilih empat diantara mereka.
Disebutkan pula bahwa Qais Bin Al-haris masuk islam dengan delapan istri,maka
Rasulullah menyuruh memilih empat diantara mereka dalam Kitab Hikmatut tasyi’
Wafalsafati karangannya syekh Ali Al-Jurjawi disebutkan:
“Diriwayatkan bahwa seorang
laki-laki masuk Islam dengan mempunyai delapan orang Istri. Kedelapan istrinya
itu juga turut masuk Islam.maka Rasulullah mengatakan kepadanya:
اختر
منهن اربعا وفارق البواقى
Atinya:”pilihlah
empat diantara mereka dan pisahlah sisa yang lain”.
Rasulullah menyuruhnya
untuk memisah yang lain. Kalau saja kawin lebih dari empat itu diperbolehkan
karna rasulullah menyuruh umpamanya, namun itupun akan menunjukkan bahwa kawin
lebih dari empat melampaui batas. Kawin lebih dari empat dikhawatirkan akan
menimbulkan aniyaya karna tidak mampu memberikan hak-hak istrinya. Dan dalam
kenyataan memang mereka tidak mampu memberikan hak-hak tersebut. Disitulah
letak isyarat daripada firman Allah yang berbunyi:
فان
خفتم الاتعدلوا فواحدة
Yaitu kalau khawatir
tidak bisa berlaku adil dalam pembagian seks,nafkah dan lain-lain jika kawin
dua,tiga atau empat, maka satu saja. Lain halnya nikahnya Rasulullah. Bagi
Rasulullah tidak kehawatiran sama sekali untuk berbuat aniaya karna Rasulullah
kuat untuk memberikan hak-hak istri dengan kekuatan ilahi yang itu merupakan
tanda-tanda kenabiannya. Disamping itu, karna Rasulullah lebih memuliakan orang
fakir daripada orang kaya, lebih mementingkan kesusahan daripada kelapangan
hidup. Kesusahan dan kesengsaraan membanya tekun dalam beribadah dan sanggup
dalam melakukan hal-hal yang berat. Yang menyebabkan beliau mampu berbuat
begitu adalah karna beliau memutus syahwat dan keinginan kepada perempuan,
meskipun beliau tetap memberikan hak-hak terhadap istri-istrinya. Hal itu
menunjukkan bahwa beliau mampu melakukan semua itu karna Allah. Ayat tentang
poligami tersebut tidak boleh diartikan secara lahiriah"مثنى" tidak berarti dua(ثانية) "ثلاث"
tidak
berarti tiga (ثلاثة)dan "رباع"tidak berarti empat (اربعة). Bahkan
ada yang mengartikan "مثنى"berarti dua kali
bilangan, "ثلاث"berarti tiga kali,
dengan demikian lebih dari 9 dan 18, satu faham demikian itu tidak ada yang
sependapat, hal itu menunjukkan bahwa melaksanakan lahiriah ayat tersebut tidak
boleh, maka harus ditafsirkan. Ayat tersebut terdapat dua tafsiran:
1. Menunjukkan
pilihan antara nikah dua,tiga atau empat.
Seakan-akan
Allah berfirman:
مثنى او ثلاث او رباع
Didalam
ayat tersebut penggunaan kata "و"mempunyai arti "او"
2.
Menunjukkan
keterlibatan. Firman Allah وثلاث terlibat didalamnya
jumlah dua, dan Firman Allah "رباع"terlibat didalamnya
bilangan tiga. Seperti dalam Firman Allah:
قل ائنكم لتفكرون بالذى
خلق الارض في يومين (فصلت 9)
Artinya:”katakanlah:”sesungguhnya
patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalm dua masa........”.Fussilat:9
Kemudian
ada ayat lain yang berbunyi:
وجعل فيها رواسي من
فوقها وبرك فيها وقدر فيها اقواتها فى اربعة ايام (فصلت:10)
Artinya:”Dan
dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dia
memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa....”.Fussilat:10
Dua
masa yang disebut oleh ayat pertama terlibat dalam pengertian empat masa pada
ayat kedua.
Demikianlah
keterangan tentang Hikmah dilarangnya Menikah lebih dari empat, Mudah-mudahan
bermanfaat terutama bagi orang-orang yang mau berfikir. Wallahu a’lam.....
REFERENSI KETERANGAN:
1. Al-Qura’nul
Al-Karim
2. Hikmatut
Al-Tasyi’ Wa Falsafatuhu (karangan Syekh Ali Al-Jurjawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar