Biografi Said
Nursi
a.
Awal Kehidupan
Said Nursi (876-1926 M)
Beidiuzzaman
Said Nursi dilahirkan menjelang fajar musim semidi Nurs,sebuah desa kecil di
Bitlis wilayah Turki Timur pada 1293 H/1876 M.[1]
Ayah Said Nursi
bernama Mirza, seorang sufi yang sangat wara’ dan diteladani sebagai seorang
yang tiak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya
hanya dengan yang halal saja. Dikisahkan, bahwa setiap ternaknya kembali dari
pengembalaan, mulut-mulut ternak dibuka lebar-lebar khawatir ada makanan dari
tanaman kebun milik orang yang dimakan. Ibunya Nuriah pernah berkata,
bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu.[2]
bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu.[2]
Said Nursi
mulai menimba ilmu dari bilik ayahnya sendiri, Mirza dan pada saudara
laki-lakinya, Abdullah. Sebagaimana lazimnya pelajar muslim, ia mulai mengkaji
bidang nahwu dan sarf.[3]
Pada tahun1888, dengan ketekunan
luar biasa Said Nursi masuk kesekolah Bayazzid, yang ditempuhnya hanya dalam
waktu tiga bulan. Selama itu, ia berhasil membaca seluruh buku yang pada
umumnya dipelajari di sekolah-sekolah agama hingga tepat tiga bulan ia
memperoleh ijzah dari Syekh Muhammad Jalali.[4]
Dalam waktu
relatif singkat sekali Said Nursi mampu menguasai matematika, ilmu falak,
kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi, dan lain-lain. Berkat
potensinya yang mampu menyerap berbagai disiplin ilmu dan otaknya yang sangat
jenius, popularitas Said Nursi segera tersebar luas dan digelari Badiuzzaman
(bintang Zaman).[5]
Dalam waktu
yang sama Said Nursi mendengar berita tentang mentri urusan koloni Inggris,
Gladston, di depan anggota parlemen dengan menggenggam alqur’an telah berkata:“Selama alqur’an ini berada ditrangan kaum muslimin, kitapun tidak akan pernah
mampu menguasai mereka. Dengan demikian bagi kita tidak akan ada jalan lain
kecuali melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya”.
Berita ini
telah membuat Said Nursi berguncang dan bertekad untuk mengabdikan seluruh
hidupnya agar mukjizat alqur’an berkibar dan kaum muslimin terikat dengannya.
Ketika itu ia berkata:” aku sungguh akan menunjukkan kepada dunia bahwa
al-qur’an adalah matahari maknawi (hakiki) yang tidak akan redup
sinarnya dan tidak akan mungkin padam cahayanya”. Tetapi saat itu Said Nursi
belum mampu untuk fokus dan mewujudkan cita-citanya.
Pada tahun 1907
M, Said Nursi mengunjungi ibukota Istanbul. Di ibukota Istanbul ia menyampaikan
usulan kepada Sultan Abdul Hamid agar di Timur Anatoli didirikan
sekolah-sekolah yang mempelajari Matematika, Fisika, Kimia, dan sebagainya,
disamping sekola-sekolah Agama. Said Nursi mengusulkan penggabungan studi ilmu
agama dan ilmu pengetahuan modern agar terjadi keselarasan wawasan. Said Nursi
menyuarakan penggabungan kedua ilmu tersebut dengan frase yang singkat padat
namun cukup indah:
“the religios
sciences are the light of the concience and the modernscience are the light of
the reason: the truth becomes manifest through of the combining of the two. The
studens’ endeavour will take flight on these two wings. When they are seperated
it gives rise bigotryin the on, and wiles and scepticism in the other”[6](Pengetahuan
agama merupakan cahaya bagi hati nurani dan pengetahuan modern adalah penerang
bagi akal: kebenaran akan termanifestasi melalui kombinasi antara keduanya.
Ketekunan para pelajar akan mengantarkan mereka mampu terbang tinggi dengan
kedua sayapnya. Namun ketika keduanya dipisahkan, akan menimbulkan kefanatikan
di satu sisi, dan ketertipuan serta sikap skeptis di sisi lain).
Namun usulan
brilian tersebut ditolak karna orang dekat-dekat Sultan justru memfitnahnya.
Pada musim
dingin tahun 1911 M, Said Nursi
mengadakan kunjungan ke negri syam, yang kebetulan saudara perempuannya tinggal
disana. Selama disana ia berkesempatan untuk menyampaikan khitbah dengan bahasa
Arab di Masjid Rya Umawi Damaskus. Khutbah tersebut terkenal dengan sebutan al-Khuthbah
al-Shamiyah atau the Damaskus Sermon, yang mengisi ernam penyakit
yang melanda umat Islam dan pengobatannya, yakni:
1.
Putus asa yang pengobatannya berupa
harapan.
2.
Ketidakjujuran dengan pengobatannya
kejujuran.
3.
Permusuhan diobati dengan saling
mencintai.
4.
Perpecahan harus diselesaikan dengan
perselesaiyan.
5.
Kelaliman penguasa asing yang
melemehkan umat Islam yang mesti diterapi dengan membangkitkan harsa diri umat
Islam
6.
Sikap individulastik yang harus
dipecahkan dengan musyawarah dan saling kerjasama.
Ketika pecah perang dunia I pada tahun 1914 M. Dengan Rusia, Said
Nursi yang pada saat itu mulai mempunyai banyak
murid, bersama para muridnya dengan segala daya yang dimiliki turut
serta menghadapi pasukan tentara Rusia. Dalam masa perang ini ia berhasil
menyusun tafsirnya yang sangat berharga, Isharat al-ijaz fi mazhan al-Ijaz, dalam
bahasa Arab. Dalam pertempuran tersebut Said Nursi tertangkap oleh pasukan
tentara Rusia dan ditawan di Qustarma selama dua tahun empat bulan.
Ketika masa-masa tawanan Rusia inilah keinginan Said Nursi untuk
uzlah, mengasingkan diri dari kehidupan sosial mulai muncul. Berawal dari
perasaan terasing, sendiran, lemah, dan tidak berdaya saat berada di Masjid
kecil milik bangsa Tatar dekat sungai Volga, ia memutuskan untuk beruzlah.
Namun tekat itu belum terlaksa secara utuh, sebab orang-orang yang dicintainya
di Istambul, kehidupan sosial yang menyenangkan dan gemerlap, serta penghargaan
dan penghormatan yang yang diberikan orang-orang sempat memuatnya lupa terhadap niat yang telah diputuskan sebelumnya.
Kendati demikian, Said Nursi sudah mengambil jarak terhadap
kehidupam sosialhal ini terbukti dengan penolakannya untuk diangkat menjadi
anggota Dar al-hikmah al Islamiah yang berdiri dari orang-orang terkenal
dan para ulamak terkemuka, seperti Muhammad
‘Akif (penyair kondang), Isma”il Hakki (seorang ulama kenamaam), Hamdi
Almalali (Mufassir terkenal), Mustofa Sabri (Syaikhul islam) Sa’duddin
Pasya, dan lain-lain. Said Nursi tidak pernah mengikuti pertemuan yang
diselenggarakan berulangkali oleh Dar al-hikmah dan mengajukan surat
permohonan agar dirinya tidak usah dipilih sebagai aggota.
Seiring perjalanan waktu, dua tahun kemudian Said Nursi membaca
kitab futu~uh al-Ghaib karya Abdul Qadir al-Jilani. Saat itu juga ia
menjadi sadar bahwa dirinya mempunyai penyakit- penyakit ruhani yang sangat
parah padahal ia diharapkan bisa
menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani umat Islam. Ia mengakui bahwa
kitab futuhul al-Ghaib bagaikan menjalani operasi besar. Awalnya ia
tidak tahan dan hanya membaca separuh kitab tersebut. Namun beberapa saat
kemudian, rasa sakit akibat operasi ruhaniah itu berganti dengan kesenangan
karna ia merasakan kesembuhan.
Lalu Said Nursi meneruskan mermbaca kitab tersebut sampai selesai
dan mendapatkan manfaat yang sangat besar darinya. Ia begitu menghormati dan
selalu mendoakan al-Jilani setiap hari, sehingga mendapatkan lebih banyak lagi
pencerahan dan kepuasan ruhani. Selanjutnya ia juga membaca kitab Maktubatm
karya Imam Rbbani yang menjadikan dirinya semakin mantab untuk ber uzlah.
Terlebih lagi, saat Daulat Turki Usmani secara beruntun dilanda beragam musibah
hingga Inggris berhasil menduduki Istambul (pada 16 Maret 1920 M.) yang yang
semaklin leluasa menerapkan doktrin-doktrin dunia barat yang bercorak
materialistik.
Said Nursi merasa tikaman demi tikaman yang dihujatkan pada dunia
Islam seolah diarahkan ke lubuk hatinya, dalam kondisi demikian, tekat Said
Nursi beruzlah untuk menyusun karyanya Risalah al-Nur, tidak bisa
diganggu gugat lagi.Ia menetapkan diri untuk beruzlah kesalah satu daerah
Turki, yaitu Shari Yar, Bosfur. Bahkan ketika tahun 1922 M. Mustafa Kemal menawari dirinya sebagai penasihat umum
seluruh wilayah timur Turki dengan memberinya sebuah Vila besar dan gaji yang
menggiurkan agar ia menjadi salah satu orang dekatnya, Said Nursi menolak
tawaran itu.
Dalam uzlahnya ini, Said Nursi yang hanya berdialog dengan al-Quran
semata tanpa merujuk kepada kitab apapun, lebih terfokus dalam menuangkan
ide-idenya secara inspiratif dalam usahanya membendung faham materialismeyang
sudah menjangkit sebagian besar masyarakat Turki. Selama masa-masa ini juga,
berbagai buku-buku karangannya mulai diterbitkan, seperti Isharat al-I’jaz,
Qazil I’jaz fi al-Mantiq, as-Sanuhat, serta makalah-makalahnya, seperti Rumuz,
Isharat, tulu’at, Lamaat, Shafaat, Min Ma’rifah al-Nabi SAW..., dan Nughat
min ma’rifat Allah Jalla Jalaluh.
b.
Said Nursi
Keluar dari Peran Sosial-politik untuk Perjuangan dan Sosialisasi pemikirannya
(1926-1950 M)
Episode kedua kehidupan Said Nursi ini, yang disebut juga oleh Said
Nursi sendiri sebagai Said al-Jadid (Said Baru), Said Nursi secara utuh
melepaskan dirinya dari dunia perpolitikan dengan sebuah ungkapan terkenal yang
ia lontarkan: A’udhu bi Allah Min al-Shaitan wa min al-Siyasah ( aku berlindung
kepada Allah dari setan dan dari politik).
Kendati demikian, era kehidupan Said Nursi yang baru inipun tidak
sepi dari teror penguasa. Dengan tuduhan terlibat dalam revolusi terhadap pemerintahan
Mustafa Kemal, Said Nursi ditangkap dan dibuang ke Barla, sebuah desa berbukit
di barat daya Turki pada tahun 1926 M. Di sana ia menjalani kehidupan yang
sulit dan terpisah hampir dari setiap orang. Tetepi ia berhasil mendapatkan
hiburan, pelipur sejati, dengan mendekatkan diri kepada yang maha besar dan
lewat penyerahan diri seutuhnya kepada-nya. Bagian-bagian pokok dari Risalah
al-Nur, The words (kumpulan kat-kata) dan The letters (kumpulan
surat), ditulisnya di Barla kala ia dalam kondisi sulit.
Di desa Barla ini Said Nursi berkenalan dengan seorang warga
desanya yang bernama Sulaiman yang akhirnya menjadi murid setia yang mengabdi
kepadanya selama delapan tahun. Inilah awal hubungan antara Said Nursi dengan
para penduduk Barla. Sejak saat itu satu persatu orang-orang berdatangn untuk
berguru padanya dan Said Nursi mulai menyebarkan Risalahal-Nur secara
sembunyi-sembunyi. Sementara itu, para muridnya pun aktif mempelajari Risalah
al- Nur dan menyalin serta
menyebarluaskannya ke seluruh penjuru Turki. Demi misi ini, mereka dengan hati
yang mantap rela ditangkap, diasingkan, bahkan sampai disiksa.
Salinan karya-karya Risalah al-Nur saat itu masih ditulis
dengan tangan dan mulai menyebar se antero Turki. Inilah awal mula pergerakan Risalah
al-Nur. Ternyata metode perjuangan Islam ini mengundang reaksi dan
kebencian pemerintah. Dengan tuduhan membangun rahasia dan melawan pemerintah,
Said nursi dituntut hukuman mati dan seratus duapuluh santrinya diadili di
pengadilan Pidana Eskisehir pada tahun 1935. Meskipun sepanjang hidupnya ia
selalu menantang segala pemberotakan dan gerakan yang dimaksud memecah
ketentraman dan keteraturan masyarakat,dan selalu menandaskan bahwa hak-hak
setiap orang tidak boleh dilanggar meskipun demi kepentingan seluruh masyarakat
dia dituduh membangun organisasi-organisasi rahasia yang bertujuan
menghancurkan ketentraman masyarakat.
Dakwaan yang dialamatkan kepada Said Nursi dan murid-muridnya
detailnya antara lain:
-
Tuduhan membentuk organisasi bawah
tanah.
-
Tuduhan upaya melakukan revolusi
kepada Mustafa Kemal.
-
Tuduhan membentuk tariqat sufi.
-
Tuduhan menghidupkan semangat
keagamaan melalui penyebaran Risalah al-Hijab.
Ketika dalam persidangan Eskisehir Said Nursi ditanya pendapatnya
tentang negara Republik Turki, ia menjawab: Biografi saya yang kalian pegang
itu bahwa saya ini warga negara republik yang religius bahkan sebelum kalian
lahir ke dunia. Said Nursi ditahan selama sebelas bulan dipenjara sampai
akhirnya diputus tidak bersalah. Menariknya, justru kebanyakan karya Said Nursi
Rislah al-Nur sebagian besar ditulis pada masa-masa ia berada didalam
penjara.
Dalam tahanan tahun 1935 Said Nursi juga menulis risalah-risalah al-Iqtisad,
al-Ikhlas, al-Hijab, al-Isharat al-Thalatah al-Murda, Ah-Shuyukh, serta
risalah kedua puluh delapan, kedua puluh sembilan, dan ketiga puluh yang
terkompilasi dalam kitab al-lamaat. Setelah dibebaskan dari pengadilan
Eskisehir, ia di asingkan kembali ke kota Kastamonu. Tiga bulan pertama ia ditahan
di kantor polisi. Kemudian dipindahkan kerumah kayu berukuran kecil dan
berlantai tanah yang berada di depan kantor polisi tersebut selama tujuh tahun.
Selama dalam tahanan Kastamonu, Said Nursi banyak menulis Risaalhnya
yang terkodifikasi dlam The Roys. Tercatat ia menulis sinar pertama dan
kedua sampai selesai, dan dilanjutkan sinar ketiga sampai kesembilan dan
didalamnya menjelaskan tanda tertinggi. Sebagian besar Risalah yang
tertuang dalam Lamaat ditampungkan pula selama dalam masa tawanan tersebut.
Selama masa ini, baik Said Nursi maupun murid-muridnya terus
menerus mendapatkan tekanan dari penguasa, tekanan tersebut kian lama kian
meningkat,dan berpuncak dengan penangkapan besar-besaran hingga pengadilan dan
pemenjaraan di Denizili pada tahun 1943-1944. Said Nursi dikurung selama
sembilan bulan dalam sebuah sel yang kecil sekali, gelap, dan pengap dengan
kondisi yang sangat menyedihkan. Dalam penjara ini Said Nursi hanya bisa
menyebarkab Risalahnya secara sembunyi-sembunyi melalui selah kecil dari
jendela kepada para murid-muridnya karna ia dilarang untuk berhubungan secara
terbuka.
Dalam pengadilan di Denizili, Said Nursi dituduh membentuk Tariqah
sufi dan mengorganisir mesyarakat politis, dalam persidangan dipengadilan
denizili,Said Nursi mengajukan pembelaan argumentatif yang tak terbantahkan.
“Memang betul, kami merupakan sebuah organisasi tetapi berupa
organisasi sepanjang masa yang beranggotakan empat ratus juta orang. Kami
adalah anggota dari organisasi yang setiap hari selalu mengikrarkan keanggotaan
kami didalamnya dan sangat terikat dengan prinsip-prinsip dasar organisasi,
juga selalu berlomba untuk merealisasikan syiar organisasi ini, yaitu:
“sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalahanggota suci yang agung dan kami
merupakan anggota-anggotanya yang memikul tugas agar diantara sesama anggota mengenal
hakikat al-Quran secara ilmiah dan murni, sebagai bentuk pengabdian dari kami
untuk kami dalam upaya membebaskan sesama kami dari penjara abadi(neraka
jahannam) yang diperingatkan kepada kami”.
Setelah dibebaskan, Said Nursi dibebaskan Emirdag, sebuah daerah di
wilayah profinsi Afyon. Pada tahun 1948 sebuah perkara baru dibuka di
pengadilan pidana Afyon. Pengadilan menvonis Said Nursi beserta murid-muridnya
dinyatakan tidak bersalah dan dibenaskan pada bulan september 1949. Pada tahun
yang sama, Risalah al-Nur tersebar dari pelosok desa sampai pusat kota
Turki setelah pengadilan diberbagai daerah mengizinkannya untuk diterbitkan
dengan tidak lagi secara manual.
Pada saat pengadialan sedang mengadakan sidang-sidangnya,
pemerintah di Angkara berganti penguasa pada tahun 1950. Partai Demokrasi
berhasil mengambil alih dari Partai Republik yang telah berkuasa selama
seperampat abad dan terkenal sangat memusuhi Islam melalui pemilu yang berlangsung
secara bebas. Ketika Partai Demokrasi naik ke panggung kekuasaan, kelurlah
surat pengampunan umum dan kasus yang menyangkut Badiuzzaman bersama Risalah
al-Nur juga dianggap tidak pernah terjadi.
sip browwwww...............
BalasHapus