Senin, 27 Mei 2013

BIOGRAFI SAID NURSI


Biografi Said Nursi
a.      Awal Kehidupan Said Nursi (876-1926 M)
Beidiuzzaman Said Nursi dilahirkan menjelang fajar musim semidi Nurs,sebuah desa kecil di Bitlis wilayah Turki Timur pada 1293 H/1876 M.[1]
Ayah Said Nursi bernama Mirza, seorang sufi yang sangat wara’ dan diteladani sebagai seorang yang tiak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya hanya dengan yang halal saja. Dikisahkan, bahwa setiap ternaknya kembali dari pengembalaan, mulut-mulut ternak dibuka lebar-lebar khawatir ada makanan dari tanaman kebun milik orang yang dimakan. Ibunya Nuriah pernah berkata,
bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu.[2]
Said Nursi mulai menimba ilmu dari bilik ayahnya sendiri, Mirza dan pada saudara laki-lakinya, Abdullah. Sebagaimana lazimnya pelajar muslim, ia mulai mengkaji bidang nahwu dan sarf.[3]  Pada tahun1888, dengan ketekunan luar biasa Said Nursi masuk kesekolah Bayazzid, yang ditempuhnya hanya dalam waktu tiga bulan. Selama itu, ia berhasil membaca seluruh buku yang pada umumnya dipelajari di sekolah-sekolah agama hingga tepat tiga bulan ia memperoleh ijzah dari Syekh Muhammad Jalali.[4]
Dalam waktu relatif singkat sekali Said Nursi mampu menguasai matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi, dan lain-lain. Berkat potensinya yang mampu menyerap berbagai disiplin ilmu dan otaknya yang sangat jenius, popularitas Said Nursi segera tersebar luas dan digelari Badiuzzaman (bintang Zaman).[5]
Dalam waktu yang sama Said Nursi mendengar berita tentang mentri urusan koloni Inggris, Gladston, di depan anggota parlemen dengan menggenggam alqur’an telah berkata:“Selama alqur’an ini berada ditrangan kaum muslimin, kitapun tidak akan pernah mampu menguasai mereka. Dengan demikian bagi kita tidak akan ada jalan lain kecuali melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya”.
Berita ini telah membuat Said Nursi berguncang dan bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya agar mukjizat alqur’an berkibar dan kaum muslimin terikat dengannya. Ketika itu ia berkata:” aku sungguh akan menunjukkan kepada dunia bahwa al-qur’an adalah matahari maknawi (hakiki) yang tidak akan redup sinarnya dan tidak akan mungkin padam cahayanya”. Tetapi saat itu Said Nursi belum mampu untuk fokus dan mewujudkan cita-citanya.
Pada tahun 1907 M, Said Nursi mengunjungi ibukota Istanbul. Di ibukota Istanbul ia menyampaikan usulan kepada Sultan Abdul Hamid agar di Timur Anatoli didirikan sekolah-sekolah yang mempelajari Matematika, Fisika, Kimia, dan sebagainya, disamping sekola-sekolah Agama. Said Nursi mengusulkan penggabungan studi ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern agar terjadi keselarasan wawasan. Said Nursi menyuarakan penggabungan kedua ilmu tersebut dengan frase yang singkat padat namun cukup indah:
the religios sciences are the light of the concience and the modernscience are the light of the reason: the truth becomes manifest through of the combining of the two. The studens’ endeavour will take flight on these two wings. When they are seperated it gives rise bigotryin the on, and wiles and scepticism in the other”[6](Pengetahuan agama merupakan cahaya bagi hati nurani dan pengetahuan modern adalah penerang bagi akal: kebenaran akan termanifestasi melalui kombinasi antara keduanya. Ketekunan para pelajar akan mengantarkan mereka mampu terbang tinggi dengan kedua sayapnya. Namun ketika keduanya dipisahkan, akan menimbulkan kefanatikan di satu sisi, dan ketertipuan serta sikap skeptis di sisi lain).
Namun usulan brilian tersebut ditolak karna orang dekat-dekat Sultan justru memfitnahnya.
Pada musim dingin tahun 1911 M,  Said Nursi mengadakan kunjungan ke negri syam, yang kebetulan saudara perempuannya tinggal disana. Selama disana ia berkesempatan untuk menyampaikan khitbah dengan bahasa Arab di Masjid Rya Umawi Damaskus. Khutbah tersebut terkenal dengan sebutan al-Khuthbah al-Shamiyah atau the Damaskus Sermon, yang mengisi ernam penyakit yang melanda umat Islam dan pengobatannya, yakni:
1.      Putus asa yang pengobatannya berupa harapan.
2.      Ketidakjujuran dengan pengobatannya kejujuran.
3.      Permusuhan diobati dengan saling mencintai.
4.      Perpecahan harus diselesaikan dengan perselesaiyan.
5.      Kelaliman penguasa asing yang melemehkan umat Islam yang mesti diterapi dengan membangkitkan harsa diri umat Islam
6.      Sikap individulastik yang harus dipecahkan dengan musyawarah dan saling kerjasama.
Ketika pecah perang dunia I pada tahun 1914 M. Dengan Rusia, Said Nursi yang pada saat itu mulai mempunyai banyak  murid, bersama para muridnya dengan segala daya yang dimiliki turut serta menghadapi pasukan tentara Rusia. Dalam masa perang ini ia berhasil menyusun tafsirnya yang sangat berharga, Isharat al-ijaz fi mazhan al-Ijaz, dalam bahasa Arab. Dalam pertempuran tersebut Said Nursi tertangkap oleh pasukan tentara Rusia dan ditawan di Qustarma selama dua tahun empat bulan.
Ketika masa-masa tawanan Rusia inilah keinginan Said Nursi untuk uzlah, mengasingkan diri dari kehidupan sosial mulai muncul. Berawal dari perasaan terasing, sendiran, lemah, dan tidak berdaya saat berada di Masjid kecil milik bangsa Tatar dekat sungai Volga, ia memutuskan untuk beruzlah. Namun tekat itu belum terlaksa secara utuh, sebab orang-orang yang dicintainya di Istambul, kehidupan sosial yang menyenangkan dan gemerlap, serta penghargaan dan penghormatan yang yang diberikan orang-orang  sempat memuatnya lupa terhadap  niat yang telah diputuskan sebelumnya.
Kendati demikian, Said Nursi sudah mengambil jarak terhadap kehidupam sosialhal ini terbukti dengan penolakannya untuk diangkat menjadi anggota Dar al-hikmah al Islamiah yang berdiri dari orang-orang terkenal dan para ulamak terkemuka, seperti Muhammad  ‘Akif (penyair kondang), Isma”il Hakki (seorang ulama kenamaam), Hamdi Almalali (Mufassir terkenal), Mustofa Sabri (Syaikhul islam) Sa’duddin Pasya, dan lain-lain. Said Nursi tidak pernah mengikuti pertemuan yang diselenggarakan berulangkali oleh Dar al-hikmah dan mengajukan surat permohonan agar dirinya tidak usah dipilih sebagai aggota.
Seiring perjalanan waktu, dua tahun kemudian Said Nursi membaca kitab futu~uh al-Ghaib karya Abdul Qadir al-Jilani. Saat itu juga ia menjadi sadar bahwa dirinya mempunyai penyakit- penyakit ruhani yang sangat parah padahal ia diharapkan bisa  menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani umat Islam. Ia mengakui bahwa kitab futuhul al-Ghaib bagaikan menjalani operasi besar. Awalnya ia tidak tahan dan hanya membaca separuh kitab tersebut. Namun beberapa saat kemudian, rasa sakit akibat operasi ruhaniah itu berganti dengan kesenangan karna ia merasakan kesembuhan.
Lalu Said Nursi meneruskan mermbaca kitab tersebut sampai selesai dan mendapatkan manfaat yang sangat besar darinya. Ia begitu menghormati dan selalu mendoakan al-Jilani setiap hari, sehingga mendapatkan lebih banyak lagi pencerahan dan kepuasan ruhani. Selanjutnya ia juga membaca kitab Maktubatm karya Imam Rbbani yang menjadikan dirinya semakin mantab untuk ber uzlah. Terlebih lagi, saat Daulat Turki Usmani secara beruntun dilanda beragam musibah hingga Inggris berhasil menduduki Istambul (pada 16 Maret 1920 M.) yang yang semaklin leluasa menerapkan doktrin-doktrin dunia barat yang bercorak materialistik.
Said Nursi merasa tikaman demi tikaman yang dihujatkan pada dunia Islam seolah diarahkan ke lubuk hatinya, dalam kondisi demikian, tekat Said Nursi beruzlah untuk menyusun karyanya Risalah al-Nur, tidak bisa diganggu gugat lagi.Ia menetapkan diri untuk beruzlah kesalah satu daerah Turki, yaitu Shari Yar, Bosfur. Bahkan ketika tahun 1922 M. Mustafa  Kemal menawari dirinya sebagai penasihat umum seluruh wilayah timur Turki dengan memberinya sebuah Vila besar dan gaji yang menggiurkan agar ia menjadi salah satu orang dekatnya, Said Nursi menolak tawaran itu.
Dalam uzlahnya ini, Said Nursi yang hanya berdialog dengan al-Quran semata tanpa merujuk kepada kitab apapun, lebih terfokus dalam menuangkan ide-idenya secara inspiratif dalam usahanya membendung faham materialismeyang sudah menjangkit sebagian besar masyarakat Turki. Selama masa-masa ini juga, berbagai buku-buku karangannya mulai diterbitkan, seperti Isharat al-I’jaz, Qazil I’jaz fi al-Mantiq, as-Sanuhat, serta makalah-makalahnya, seperti Rumuz, Isharat, tulu’at, Lamaat, Shafaat, Min Ma’rifah al-Nabi SAW..., dan Nughat min ma’rifat Allah Jalla Jalaluh.

b.      Said Nursi Keluar dari Peran Sosial-politik untuk Perjuangan dan Sosialisasi pemikirannya (1926-1950 M)

Episode kedua kehidupan Said Nursi ini, yang disebut juga oleh Said Nursi sendiri sebagai Said al-Jadid (Said Baru), Said Nursi secara utuh melepaskan dirinya dari dunia perpolitikan dengan sebuah ungkapan terkenal yang ia lontarkan: A’udhu bi Allah Min al-Shaitan wa min al-Siyasah ( aku berlindung kepada Allah dari setan dan dari politik).
Kendati demikian, era kehidupan Said Nursi yang baru inipun tidak sepi dari teror penguasa. Dengan tuduhan terlibat dalam revolusi terhadap pemerintahan Mustafa Kemal, Said Nursi ditangkap dan dibuang ke Barla, sebuah desa berbukit di barat daya Turki pada tahun 1926 M. Di sana ia menjalani kehidupan yang sulit dan terpisah hampir dari setiap orang. Tetepi ia berhasil mendapatkan hiburan, pelipur sejati, dengan mendekatkan diri kepada yang maha besar dan lewat penyerahan diri seutuhnya kepada-nya. Bagian-bagian pokok dari Risalah al-Nur, The words (kumpulan kat-kata) dan The letters (kumpulan surat), ditulisnya di Barla kala ia dalam kondisi sulit.
Di desa Barla ini Said Nursi berkenalan dengan seorang warga desanya yang bernama Sulaiman yang akhirnya menjadi murid setia yang mengabdi kepadanya selama delapan tahun. Inilah awal hubungan antara Said Nursi dengan para penduduk Barla. Sejak saat itu satu persatu orang-orang berdatangn untuk berguru padanya dan Said Nursi mulai menyebarkan Risalahal-Nur secara sembunyi-sembunyi. Sementara itu, para muridnya pun aktif mempelajari Risalah al- Nur  dan menyalin serta menyebarluaskannya ke seluruh penjuru Turki. Demi misi ini, mereka dengan hati yang mantap rela ditangkap, diasingkan, bahkan sampai disiksa.
Salinan karya-karya Risalah al-Nur saat itu masih ditulis dengan tangan dan mulai menyebar se antero Turki. Inilah awal mula pergerakan Risalah al-Nur. Ternyata metode perjuangan Islam ini mengundang reaksi dan kebencian pemerintah. Dengan tuduhan membangun rahasia dan melawan pemerintah, Said nursi dituntut hukuman mati dan seratus duapuluh santrinya diadili di pengadilan Pidana Eskisehir pada tahun 1935. Meskipun sepanjang hidupnya ia selalu menantang segala pemberotakan dan gerakan yang dimaksud memecah ketentraman dan keteraturan masyarakat,dan selalu menandaskan bahwa hak-hak setiap orang tidak boleh dilanggar meskipun demi kepentingan seluruh masyarakat dia dituduh membangun organisasi-organisasi rahasia yang bertujuan menghancurkan ketentraman masyarakat.
Dakwaan yang dialamatkan kepada Said Nursi dan murid-muridnya detailnya antara lain:
-          Tuduhan membentuk organisasi bawah tanah.
-          Tuduhan upaya melakukan revolusi kepada Mustafa Kemal.
-          Tuduhan membentuk tariqat sufi.
-          Tuduhan menghidupkan semangat keagamaan melalui penyebaran Risalah al-Hijab.
Ketika dalam persidangan Eskisehir Said Nursi ditanya pendapatnya tentang negara Republik Turki, ia menjawab: Biografi saya yang kalian pegang itu bahwa saya ini warga negara republik yang religius bahkan sebelum kalian lahir ke dunia. Said Nursi ditahan selama sebelas bulan dipenjara sampai akhirnya diputus tidak bersalah. Menariknya, justru kebanyakan karya Said Nursi Rislah al-Nur sebagian besar ditulis pada masa-masa ia berada didalam penjara.
Dalam tahanan tahun 1935 Said Nursi juga menulis risalah-risalah al-Iqtisad, al-Ikhlas, al-Hijab, al-Isharat al-Thalatah al-Murda, Ah-Shuyukh, serta risalah kedua puluh delapan, kedua puluh sembilan, dan ketiga puluh yang terkompilasi dalam kitab al-lamaat. Setelah dibebaskan dari pengadilan Eskisehir, ia di asingkan kembali ke kota Kastamonu. Tiga bulan pertama ia ditahan di kantor polisi. Kemudian dipindahkan kerumah kayu berukuran kecil dan berlantai tanah yang berada di depan kantor polisi tersebut selama tujuh tahun.
Selama dalam tahanan Kastamonu, Said Nursi banyak menulis Risaalhnya yang terkodifikasi dlam The Roys. Tercatat ia menulis sinar pertama dan kedua sampai selesai, dan dilanjutkan sinar ketiga sampai kesembilan dan didalamnya menjelaskan tanda tertinggi. Sebagian besar Risalah yang tertuang dalam Lamaat ditampungkan pula selama dalam masa tawanan tersebut.
Selama masa ini, baik Said Nursi maupun murid-muridnya terus menerus mendapatkan tekanan dari penguasa, tekanan tersebut kian lama kian meningkat,dan berpuncak dengan penangkapan besar-besaran hingga pengadilan dan pemenjaraan di Denizili pada tahun 1943-1944. Said Nursi dikurung selama sembilan bulan dalam sebuah sel yang kecil sekali, gelap, dan pengap dengan kondisi yang sangat menyedihkan. Dalam penjara ini Said Nursi hanya bisa menyebarkab Risalahnya secara sembunyi-sembunyi melalui selah kecil dari jendela kepada para murid-muridnya karna ia dilarang untuk berhubungan secara terbuka.
Dalam pengadilan di Denizili, Said Nursi dituduh membentuk Tariqah sufi dan mengorganisir mesyarakat politis, dalam persidangan dipengadilan denizili,Said Nursi mengajukan pembelaan argumentatif yang tak terbantahkan.
“Memang betul, kami merupakan sebuah organisasi tetapi berupa organisasi sepanjang masa yang beranggotakan empat ratus juta orang. Kami adalah anggota dari organisasi yang setiap hari selalu mengikrarkan keanggotaan kami didalamnya dan sangat terikat dengan prinsip-prinsip dasar organisasi, juga selalu berlomba untuk merealisasikan syiar organisasi ini, yaitu: “sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalahanggota suci yang agung dan kami merupakan anggota-anggotanya yang memikul tugas agar diantara sesama anggota mengenal hakikat al-Quran secara ilmiah dan murni, sebagai bentuk pengabdian dari kami untuk kami dalam upaya membebaskan sesama kami dari penjara abadi(neraka jahannam) yang diperingatkan kepada kami”.
Setelah dibebaskan, Said Nursi dibebaskan Emirdag, sebuah daerah di wilayah profinsi Afyon. Pada tahun 1948 sebuah perkara baru dibuka di pengadilan pidana Afyon. Pengadilan menvonis Said Nursi beserta murid-muridnya dinyatakan tidak bersalah dan dibenaskan pada bulan september 1949. Pada tahun yang sama, Risalah al-Nur tersebar dari pelosok desa sampai pusat kota Turki setelah pengadilan diberbagai daerah mengizinkannya untuk diterbitkan dengan tidak lagi secara manual.
Pada saat pengadialan sedang mengadakan sidang-sidangnya, pemerintah di Angkara berganti penguasa pada tahun 1950. Partai Demokrasi berhasil mengambil alih dari Partai Republik yang telah berkuasa selama seperampat abad dan terkenal sangat memusuhi Islam melalui pemilu yang berlangsung secara bebas. Ketika Partai Demokrasi naik ke panggung kekuasaan, kelurlah surat pengampunan umum dan kasus yang menyangkut Badiuzzaman bersama Risalah al-Nur juga dianggap tidak pernah terjadi.


[1] Tuhan kosmis (Surabaya; pesantren Luhur Al-Husna) hl 63
[2]  Ibid,.  hal 63
[3]  Ibid,. hal 64
[4]  Ibid,.  hal 64
[5]  Ibid,. Hal 65
[6] Ibid., hal 66

1 komentar: