Jumat, 04 Oktober 2013

MAKALAH ISRAILIYYAT

ISROILIYYAT
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Al-Dakhil fi al-Tafsir  jurusan Tafsir Hadis

                      

Oleh:
Muhammad Aliman                :E03210034

                      Dosen pembimbing:                     
  Hj.Musyarofah, M.HI
 ( 197106141998032002 )


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah MPT
Sholawat dan salam penulis sampaikan kehadirat Rosulullah Muhammad SAW, pelita dunia dengan ajaran haq yang dibawanya yaitu islam rahmatan lil alamin.
Dengan kehadiran makalah ini dihadapan pembaca yang budiman, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada Bapak selaku pembimbing yang telah memberi pengetahuan untuk pembuatan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini bisa membantu para pembaca untuk membuat makalah dengan baik dan penulis berharap atas kritik dan saran dari pembaca terhadap makalah ini, atas kesediaannya kami ucapkan terima kasih.




                                                                                                      Surabaya,  29 September 2013
                                                                                                                        Penulis   













BAB I
LATAR BELAKANG


Islam adalah agama penyempurna dari agama-agama samawi sebelumnya yang dibawa oleh Penutup Para Nabi Muhammad SAW.dengan berpegang pada kitab suci al-Qur’an yang merupakan satu-satunya kitab samawi yang Allah janjikan keutuhan dan keotentikan kebenarannya hingga akhir zaman. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi
إِنَّا نحنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا له لحَافِظُوْنَ.

Allah telah menurunkan empat kitab samawi serta banyak  mushaf kepada Nabi dan Rasul-Nya. Yang kesemuanya memiliki beberapa kesamaan dalam pembahasannya. Namun seiring berjalannya waktu, kitab-kitab terdahulu telah banyak berubah disebabkan tangan-tangan pemegangnya yang tidak bertanggung jawab dan  kepentingan pribadi yang penuh syahwat duniawi. Karena itu, hanya satu kitab samawi yang masih terjaga keutuhannya hingga saat ini, yaitu kitab suci al-Qur’an al-Karim.
Sebagai sumber utama syariat islam, al-Qur’an mendapat perhatian penting oleh penganutnya. Semua penganutnyapun ingin hidup seutuhnya berdasarkan tuntunan yang tremaktub di dalamnya.Namun, bahasa Tuhan yang begitu agung sulit dipahami seutuhnya oleh hamba-Nya yang terlalu jauh dari sempurna.Karenanya dibutuhkan pentafsir atau penjelas untuk mempermudah memahaminya dan mengaplikasikan hukum-hukum yang ada di dalamnya. Baik berupa penjelasan yang dijabarkan oleh Rasulullah SAW ataupun kalam sahabat dan alim ulama yang ‘amiq ilmu pengetahuannya.
Maka muncullah sebuah alat pembantu untuk memahaminya yang bernama Tafsir al-Qur’an. Tafsir ini merupakan alat pembantu yang sangat membantu muslim awam untuk memahami kitab sucinya dengan baik.
Dibalik keistimewaan ilmu tafsir yang dapat mempermudah manusia untuk memahami al-Qur’an dengan baik dan benar, terdapat beberapa hal yang juga dapat menjerumuskan pembaca dan peminatnya pada kesalahan yang jauh menyimpang dari syari’at.Hal ini disebabkan karena banyaknya riwayat-riwayat israiliyyat yang masuk ke dalam tafsir al-Qur’an.
Terkontaminasinya tafsir al-Qur’an dengan riwayat israiliyyat mempunyai beberapa faktor dan juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keimanan seseorang. Karenanya kita harus mengetahui dan harus bisa membedakan agar kita tidak salah dalam memahami kitab suci al-Qur’an yang merupakan sumber utama syariat islam[[1]].


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengaruh Israiliyyat
Israiliyat adalah kabar-kabar yang kebanyakannya dinukilkan dari orang-orang Yahudi Bani Israil dan sebagian kecil berasal dari orang-orang Nashara.
Pengaruh israiliyyat dalam tafsir al-Qur’an dan usaha para mufassir untuk menanggulanginya.
Tafsir al-Qur’an adalah sebuah ilmu yang menjadi rujukan utama seorang muslim untuk lebih memahami sumber dan pokok agamanya yaitu al-Qur’an al-Karim. Karena tidak semua orang  mempunyai kemampuan untuk memahami al-Qur’an dengan sendirinya setiap kata dan kalimat yang ada didalamnya, terutama bagi orang yang awam. Karena itu tafsir al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat besar.Namun,ilmu tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak berharga lagi ketika terkontaminasi dengan hal yang merusak keabsahan dan kebenarannya.
Karena itu dibutuhkan sebuah standar keotentikan yang dapat menjadikannya terpercaya untuk dijadikan sebagai ilmu yang mendukung untuk memahami dan mengetahui hukum-hukum yang terkadung dalam al-Qur’an.
Para ulama yang berkecimpung dalam ilmu tersebutpun telah memberikan syarat standarisasi diterima atau tidaknya, bagus atau buruknya ilmu tafsir.Salah satu diantara yang melemahkan keotentikan tafsir adalah dengan masuknya riwayat israiliyyat ke dalam ilmu tersebut.Dan riwayat tersebut memberikan pengaruh yang buruk dalam tafsir.Karena di dalamnya terdapat berita-berita yang tidak benar termasuk juga kisah-kisah bohong tak bertuan.
B.     Dampak Israiliyyat Terhadap Tafsir
Menurut DR. Muhammad Husain Al-Dzahabi  israiliyat memiliki beberapa dampak negatif terhadap khazanah tafsir Al-Qur’an.
1.      Dapat merusak akidah kaum Muslimin karena ia mengandung unsur penyerupaan keadaan Allah, peniadaan ishmah para Nabi dan Rasul dari dosa, serta mengandung tuduhan buruk yang tidak pantas bagi seorang nabi.
2.      Merusak citra islam, karena seolah-olah islam itu agama yang penuh dengan khurafat dan mitos yang tidak ada sumbernya.
3.      Menghilangkan kepercayaan kepada ulama salaf, baik di kalangan sahabat maupun tabi’in.
4.      Memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an[[2]]

C.    Hukum Periwayatan Israiliyyat
Dari segi kandungannya, secara garis besar, Israiliyyat terbagi menjadi tiga bagian;
1.      Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adalah haq.
Contohnya: Imam Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dia mengatakan: “Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: ‘Akulah Raja.’’ Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
2.      Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dusta, maka ini adalah bathil.
Contohnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu orang Yahudi apabila ‘mendatangi’ istrinya dari belakang berkata: ‘Anaknya nanti bermata juling’, maka turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja kamu menghendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223)
3.      Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula mengingkarinya, maka kita wajib mendiamkannya.
Berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan kalian benarkan Ahlul Kitab dan jangan kalian dustakan mereka namun katakanlah: آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ (Kami beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan pada apa yang telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian).”
Bercerita dengan kabar seperti ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan terjatuhnya seseorang ke dalam larangan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa kalian menceritakan tentang Bani Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak mempunyai manfaat untuk urusan agama, seperti penetuan warna anjing Ashhabul Kahfi dan yang lainnya.
Adapun bertanya kepada Ahlul Kitab tentang suatu perkara agama maka hukumnya haram, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab karena mereka tidak akan memberi petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka telah tersesat, karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa ‘alaihis salaam hidup di antara kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Wahai kaum muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab sedangkan Al-Qur’an yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi kalian telah menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata ‘Ini berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla’, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhianatan) mereka itu memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali tidak demi Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.”

Di antara kitab tafsir yang memuat banyak kisah-kisah Israiliyat adalah kitab Tafsir Ibn Jarir Al-Tabari. Dalam kitab Tafsir Ath-Thabari memuat tidak kurang dari 20 tema israiliyat, dan dari sekian banyak itu hanya satu riwayat yang dapat diklasifikasikan sejalan dengan Islam. Yang sejalan dengan Islam itu adalah yang shahih riwayat dan redaksinya. Seperti riwayat yang menceritakan sifat Nabi yang disebutkan dalam Taurat. Dalam shahih Bukhari bab tafsir  disebutkan bahwa ayat Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 45 menyebutkan:
يا ايها النبي انا ارسلنا ك شا هدا ومبشرا ونذيرا
“Hai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.”
 Didalam Taurat juga disitir, “Hai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan, engkau hamba-Ku, Rasul-Ku, Aku menamakanmu orang yang bertawakkal, tidak keras, kasar, tidak suka mengumpat di pasar, tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, melainkan memafkan . Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama tegak karenanya, sehingga orang-orang berkata, La Ilaha Illallah, ia akan membuka mata orang yang buta dan membuka telinga orang yang tuli[[3]]
4.      Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adalah haq.
Contohnya: Imam Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dia mengatakan: “Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: ‘Akulah Raja.’’ Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
5.      Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dista, maka ini adalah bathil.
Contohnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu orang Yahudi apabila ‘mendatangi’ istrinya dari belakang berkata: ‘Anaknya nanti bermata juling’, maka turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja kamu menghendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223)
6.      Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula mengingkarinya, maka kita wajib mendiamkannya.
Berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan kalian benarkan Ahlul Kitab dan jangan kalian dustakan mereka namun katakanlah: آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ (Kami beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan pada apa yang telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian).”
Bercerita dengan kabar seperti ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan terjatuhnya seseorang ke dalam larangan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa kalian menceritakan tentang Bani Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak mempunyai manfaat untuk urusan agama, seperti penetuan warna anjing Ashhabul Kahfi dan yang lainnya.
Adapun bertanya kepada Ahlul Kitab tentang suatu perkara agama maka hukumnya haram, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab karena mereka tidak akan memberi petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka telah tersesat, karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa ‘alaihis salaam hidup di antara kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Wahai kaum muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab sedangkan Al-Qur’an yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi kalian telah menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah ‘Azza wa Jalla. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata ‘Ini berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla’, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhianatan) mereka itu memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali tidak demi Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.”


D.    Kitab-kitab  yang memuat israiliyat
Adapun beberapa kitab yang memuat Israiliyyat adalah;
a)      Jamiiul Bayan fi Tafsir Al-Qur’an
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Jarir Al-Thabariy (224-310), seorang yang dikenal faiq, mufassir, dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Disebut-sebut sebagai Tafsir yang paling unggul dalam tafsir bil-Ma’tsur. Paling shahih dan terkumpul di dalamnya pernyataan para sahabat dan tabi’in. Tafsir ini dianggap sebagai referensi utama para mufassir. Bahkan sampai Imam An-Nawawi berkata, “Kitab Ibnu jarir dalam tafsir tidak ada duanya.”[[4]]
Bagi sebagian kalangan, dalam tafsir ini terdapat beberapa riwayat Israiliyyat dan ini dianggap kesalahan. Riwayat itu banyak berasal dari Ka’ab Al-Ahbar, Wahhab bin Munabbih, Ibnu Juraij, As-Sudi dan lain-lain.
Salah satu contoh beliau menafsirkan surat Al-Kahfi ayat 94:
قا لوا يا ذالقرنين ان ياءجوج وماءجوج مفسدون فى الارض
“Mereka berkata: Hai Zulkarnain, ya’juj dan ma’juj itu perusak di muka bumi.”[5]
Ibnu Jarir Al-Thabariy menyebutkan riwayat dengan isnad yang menyatakan: “Telah menceritakan kepada kami Humaid”; ia berkata:”telah menceritakan kepada kami salamah” ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bi Ishaq, yang berkata, ““Telah menceritakan kepada kami salah seorang ahli kitab yang telah masuk Islam, yang suka menceritakan kisah-kisah asing:  “dari warisan-warisan cerita yang diperoleh, dikatakan bahwa Zulkarnain termasuk salah seorang penduduk Mesir. Nama lengkapnya Mirzaban bin Murdhiyah, bangsa Yunani keturunan Yunann bin Yafits bin Nuh dan seterusnya.”
Oleh para muhaqqiq seharusnya Ibnu jarir tidak menukil riwayat-riwayat yang belum jelas kesahihannya berkenaan dengan Israiliyyat. Namun, bagaimanapun juga beliau selalu menulis lengkap sanad-sanad riwayat yang dinukilnya.[[6]]
b)     Tafsir Muqatil
Disusun oleh muqatil bin Sulaiman wafat tahun 150 H. Dikenal sebagai ahli tafsir. Beliau banyak mengambil hadis dari Mujahid, Atha bin Rabah. Dhahak, dan Atiyyah.
Tafsir karya Muqatil terkenal sebagai tafsir yang satrat dengan cerita-cerita Israiliyyat tanpa memberi sanad sama sekali. Disamping itu tidak ditemukan komentar penelitian dan penjelasannya, mana yang hak dan yang batil. Contoh yang diceritakan dalam tafsir ini hampir merupakan bagian dari khurafat.
E.     Sikap Ulama tentang Kisah-kisah Israiliyat
Para ulama terutama ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam menyikapi berita-berita israiliyat, mereka terbagi menjadi Empat kelompok:
1.      Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini dengan menyebutkan sanad-sanadnya dan berpandangan bahwa dengan menyebutkan sanad-sanadnya maka telah gugur tanggung jawabnya. Di antara mereka adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullaahu.
2.      Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah israiliyat dan kebanyakan tanpa menyertakan sanadnya, maka ibarat (mereka) adalah pencari kayu bakar di malam hari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaahu berkomentar tentang kitab Tafsir Al-Baghawi rahimahullaahu: “Itu adalah ringkasan dari Tafsir Ats-Tsa’labi, hanya saja Al-Baghawi menjaga tafsirnya dari hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan pemikiran-pemikiran yang bid’ah.” Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâhu mengomentari tentang Tsa’labi bahwa dia adalah pencari kayu bakar di malam hari karena Tsa’labi menukilkan semua yang dia dapati dari kitab-kitab tafsir baik shahih, dha’if ataupun maudhu[[13]]’.
3.      Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini lalu ada ulama yang mengkritik sebagian riwayatnya bahwa itu dhaif atau mungkar. Contohnya Ibnu Katsir.
4.      Di antara mereka ada yang berlebihan dalam menolak kisah-kisah israiliyat dan sama sekali tidak menyebutkan dalam kitab tafsir Al-Qur’an-nya. Contohnya Muhammad Rasyid Ridha.













BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya pengaruh Israiiliyat terhadap ilmu Tafsir adalah untuk memahami al-Qur’an. Karena itu tafsir al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat besar.Namun,ilmu tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak berharga lagi ketika terkontaminasi dengan hal yang merusak keabsahan dan kebenarannya,dan akan merusak bagi kalangan yang awam yang tidak mengetahuinya.
Tapi,Para ulama yang berkecimpung dalam ilmu tersebutpun telah memberikan syarat standarisasi diterima atau tidaknya, bagus atau buruknya ilmu tafsir tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA
1.      Az-Zahabi, MuhammadHusain Penyimpangan dalam Penafsiran al-Qur'an tabu.(Jakarta: Rajawali, 1986)
2.       Na’na’ah,Ramzi,Al-Israiliyyat wa Atsaruha fi kutubit Tafsir (Damaskus: Darul Qalam, 1980)
3.      As-Shobuni,Muhammad
4.      M.Karman dan Supiana Ulumul Quran (Jakarta:Pustaka Islamika)
5.      http://ikpma-mesir.blogspot.com/2013/02/israiliyyat-dalam-kitab-tafsir_27.html








[1] http://ikpma-mesir.blogspot.com/2013/02/israiliyyat-dalam-kitab-tafsir_27.html
[2] Muhammad husain Az-Zahabi, hal. 165
[3] Ramzi Na’na’ah, Op.Cit, hal. 76
[4]Muhammad Ali As-shobuni, Op.cit, hal190
[5] Alquran dn terjemah
[6] Supiana dan M. Karman, Op.Cit, hal. 206
[7] Muhammad Ali As-shobuni, Op.cit, hal. 192
[8] Muhammad Husein Al-Zahabi, Op.cit, hal 223
[9] Alquran dan Terjemahan
[10] Muhammad Husein Al-Zahabi, Op.cit, hal,232
[11] Ibid,223
[12] Muhammad Husain Az-Zahabi, Op.Cit. hal. 165
[13]Al-Zahabi,op.cit hl.68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar