ISROILIYYAT
Makalah
Diajukan
untuk memenuhi tugas perkuliahan
Al-Dakhil fi al-Tafsir jurusan Tafsir Hadis
Oleh:
Muhammad Aliman :E03210034
Dosen
pembimbing:
Hj.Musyarofah, M.HI
( 197106141998032002
)
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah MPT
Sholawat dan
salam penulis sampaikan kehadirat Rosulullah Muhammad SAW, pelita dunia dengan
ajaran haq yang dibawanya yaitu islam rahmatan lil alamin.
Dengan kehadiran
makalah ini dihadapan pembaca yang budiman, penulis ucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak, khususnya kepada Bapak selaku pembimbing yang telah memberi
pengetahuan untuk pembuatan makalah ini.
Penulis berharap
semoga makalah ini bisa membantu para pembaca untuk membuat makalah dengan baik
dan penulis berharap atas kritik dan saran dari pembaca terhadap makalah ini,
atas kesediaannya kami ucapkan terima kasih.
Surabaya, 29 September 2013
Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG
Islam adalah agama penyempurna dari
agama-agama samawi sebelumnya yang dibawa oleh Penutup Para Nabi Muhammad
SAW.dengan berpegang pada kitab suci al-Qur’an yang merupakan satu-satunya
kitab samawi yang Allah janjikan keutuhan dan keotentikan kebenarannya hingga
akhir zaman. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi
إِنَّا نحنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا له لحَافِظُوْنَ.
Allah telah
menurunkan empat kitab samawi serta banyak mushaf kepada Nabi dan
Rasul-Nya. Yang kesemuanya memiliki beberapa kesamaan dalam pembahasannya.
Namun seiring berjalannya waktu, kitab-kitab terdahulu telah banyak berubah
disebabkan tangan-tangan pemegangnya yang tidak bertanggung jawab dan
kepentingan pribadi yang penuh syahwat duniawi. Karena itu, hanya satu kitab
samawi yang masih terjaga keutuhannya hingga saat ini, yaitu kitab suci
al-Qur’an al-Karim.
Sebagai sumber
utama syariat islam, al-Qur’an mendapat perhatian penting oleh penganutnya.
Semua penganutnyapun ingin hidup seutuhnya berdasarkan tuntunan yang tremaktub
di dalamnya.Namun, bahasa Tuhan yang begitu agung sulit dipahami seutuhnya oleh
hamba-Nya yang terlalu jauh dari sempurna.Karenanya dibutuhkan pentafsir atau
penjelas untuk mempermudah memahaminya dan mengaplikasikan hukum-hukum yang ada
di dalamnya. Baik berupa penjelasan yang dijabarkan oleh Rasulullah SAW ataupun
kalam sahabat dan alim ulama yang ‘amiq ilmu pengetahuannya.
Maka
muncullah sebuah alat pembantu untuk memahaminya yang bernama Tafsir al-Qur’an.
Tafsir ini merupakan alat pembantu yang sangat membantu muslim awam untuk
memahami kitab sucinya dengan baik.
Dibalik
keistimewaan ilmu tafsir yang dapat mempermudah manusia untuk memahami
al-Qur’an dengan baik dan benar, terdapat beberapa hal yang juga dapat
menjerumuskan pembaca dan peminatnya pada kesalahan yang jauh menyimpang dari
syari’at.Hal ini disebabkan karena banyaknya riwayat-riwayat israiliyyat yang
masuk ke dalam tafsir al-Qur’an.
Terkontaminasinya
tafsir al-Qur’an dengan riwayat israiliyyat mempunyai beberapa faktor dan juga
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keimanan seseorang. Karenanya
kita harus mengetahui dan harus bisa membedakan agar kita tidak salah dalam
memahami kitab suci al-Qur’an yang merupakan sumber utama syariat islam[[1]].
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh Israiliyyat
Israiliyat adalah
kabar-kabar yang kebanyakannya dinukilkan dari orang-orang Yahudi Bani Israil
dan sebagian kecil berasal dari orang-orang Nashara.
Pengaruh israiliyyat dalam
tafsir al-Qur’an dan usaha para mufassir untuk menanggulanginya.
Tafsir
al-Qur’an adalah sebuah ilmu yang menjadi rujukan utama seorang muslim untuk
lebih memahami sumber dan pokok agamanya yaitu al-Qur’an al-Karim. Karena tidak
semua orang mempunyai kemampuan untuk memahami al-Qur’an dengan
sendirinya setiap kata dan kalimat yang ada didalamnya, terutama bagi orang
yang awam. Karena itu tafsir al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat
besar.Namun,ilmu tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak berharga lagi ketika
terkontaminasi dengan hal yang merusak keabsahan dan kebenarannya.
Karena itu dibutuhkan sebuah
standar keotentikan yang dapat menjadikannya terpercaya untuk dijadikan sebagai
ilmu yang mendukung untuk memahami dan mengetahui hukum-hukum yang terkadung
dalam al-Qur’an.
Para ulama yang berkecimpung
dalam ilmu tersebutpun telah memberikan syarat standarisasi diterima atau
tidaknya, bagus atau buruknya ilmu tafsir.Salah satu diantara yang melemahkan
keotentikan tafsir adalah dengan masuknya riwayat israiliyyat ke dalam ilmu
tersebut.Dan riwayat tersebut memberikan pengaruh yang buruk dalam tafsir.Karena
di dalamnya terdapat berita-berita yang tidak benar termasuk juga kisah-kisah
bohong tak bertuan.
B.
Dampak
Israiliyyat Terhadap Tafsir
Menurut DR. Muhammad Husain Al-Dzahabi
israiliyat memiliki beberapa dampak negatif terhadap khazanah tafsir Al-Qur’an.
1.
Dapat merusak akidah kaum Muslimin
karena ia mengandung unsur penyerupaan keadaan Allah, peniadaan ishmah para
Nabi dan Rasul dari dosa, serta mengandung tuduhan buruk yang tidak pantas bagi
seorang nabi.
2.
Merusak citra islam, karena
seolah-olah islam itu agama yang penuh dengan khurafat dan mitos yang tidak ada
sumbernya.
3.
Menghilangkan kepercayaan kepada
ulama salaf, baik di kalangan sahabat maupun tabi’in.
4.
Memalingkan manusia dari maksud dan
tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an[[2]]
C. Hukum Periwayatan Israiliyyat
Dari segi kandungannya, secara garis besar,
Israiliyyat terbagi menjadi tiga bagian;
1. Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut
adalah haq.
Contohnya: Imam Al-Bukhari dan
yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dia
mengatakan: “Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam, dia berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kami
menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa Allah ‘Azza wa
Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas
satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas
satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: ‘Akulah
Raja.’’ Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ
قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ
مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan
Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar:
67)
2. Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa
kisah tersebut adalah dusta, maka ini adalah bathil.
Contohnya, Imam Bukhari
meriwayatkan dari Jabir radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu
orang Yahudi apabila ‘mendatangi’ istrinya dari belakang berkata: ‘Anaknya
nanti bermata juling’, maka turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى
شِئْتُمْ
“Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat
kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja
kamu menghendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223)
3. Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula
mengingkarinya, maka kita wajib mendiamkannya.
Berdasarkan hadits yang telah
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu
bahwa dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan
mereka menafsirkannya untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan kalian benarkan
Ahlul Kitab dan jangan kalian dustakan mereka namun katakanlah: آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ (Kami beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan pada apa yang
telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian).”
Bercerita dengan kabar seperti
ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan terjatuhnya seseorang ke dalam
larangan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa kalian menceritakan tentang Bani
Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia menyiapkan
tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Kebanyakan berita yang
diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak mempunyai manfaat untuk
urusan agama, seperti penetuan warna anjing Ashhabul Kahfi dan yang
lainnya.
Adapun bertanya kepada Ahlul Kitab tentang suatu
perkara agama maka hukumnya haram, berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, dia
berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan
kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab karena mereka tidak akan memberi
petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka telah tersesat, karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil
atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa ‘alaihis
salaam hidup di antara kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Wahai kaum
muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab sedangkan
Al-Qur’an yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi kalian telah
menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul
Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya
sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata ‘Ini berasal dari Allah ‘Azza
wa Jalla’, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan
perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhianatan) mereka itu
memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali tidak demi
Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada
kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.”
Di antara kitab tafsir yang memuat banyak kisah-kisah
Israiliyat adalah kitab Tafsir Ibn Jarir
Al-Tabari. Dalam kitab Tafsir Ath-Thabari memuat tidak kurang dari
20 tema israiliyat, dan dari sekian banyak itu hanya satu
riwayat yang dapat
diklasifikasikan sejalan dengan Islam. Yang sejalan dengan Islam itu
adalah yang shahih riwayat dan redaksinya. Seperti riwayat yang menceritakan
sifat Nabi yang disebutkan dalam Taurat. Dalam shahih Bukhari bab tafsir
disebutkan bahwa ayat Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 45 menyebutkan:
يا ايها
النبي انا ارسلنا ك شا هدا ومبشرا ونذيرا
“Hai nabi,
sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa
peringatan.”
Didalam Taurat juga disitir, “Hai Nabi
sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa
peringatan, engkau hamba-Ku, Rasul-Ku, Aku menamakanmu orang yang bertawakkal,
tidak keras, kasar, tidak suka mengumpat di pasar, tidak membalas kejelekan
dengan kejelekan, melainkan memafkan . Allah tidak akan mencabut nyawanya
sebelum agama tegak karenanya, sehingga orang-orang berkata, La Ilaha
Illallah, ia akan membuka mata orang yang buta dan membuka telinga orang
yang tuli[[3]]
4. Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut
adalah haq.
Contohnya: Imam Al-Bukhari dan
yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, dia
mengatakan: “Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam, dia berkata: ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya kami
menjumpai (dalam kitab suci kami, pent.) bahwa Allah ‘Azza wa
Jalla akan meletakkan semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas
satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas
satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: ‘Akulah
Raja.’’ Mendengar hal tersebut, tertawalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam sehingga nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu. Kemudian beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ
قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ
مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan
Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar:
67)
5. Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa
kisah tersebut adalah dista, maka ini adalah bathil.
Contohnya, Imam Bukhari
meriwayatkan dari Jabir radhiyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Dahulu
orang Yahudi apabila ‘mendatangi’ istrinya dari belakang berkata: ‘Anaknya
nanti bermata juling’, maka turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى
شِئْتُمْ
“Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat
kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana saja
kamu menghendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223)
6. Kisah yang Islam tidak membenarkan tidak pula
mengingkarinya, maka kita wajib mendiamkannya.
Berdasarkan hadits yang telah
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu
bahwa dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan
mereka menafsirkannya untuk orang-orang Islam dengan bahasa Arab, maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan kalian benarkan
Ahlul Kitab dan jangan kalian dustakan mereka namun katakanlah: آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ (Kami beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan pada apa yang
telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan kepada kalian).”
Bercerita dengan kabar seperti
ini boleh apabila tidak ditakutkan menyebabkan terjatuhnya seseorang ke dalam
larangan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat dan tidak mengapa kalian menceritakan tentang Bani
Israil. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah dia menyiapkan
tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Kebanyakan berita yang
diriwayatkan dari Ahlul Kitab dalam hal ini tidak mempunyai manfaat untuk
urusan agama, seperti penetuan warna anjing Ashhabul Kahfi dan yang
lainnya.
Adapun bertanya kepada Ahlul
Kitab tentang suatu perkara agama maka hukumnya haram, berdasarkan hadits yang
telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu
‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Jangan kalian bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab karena mereka
tidak akan memberi petunjuk bagi kalian dan sungguh mereka telah tersesat,
karena bisa jadi kalian akan membenarkan sesuatu yang batil
atau mendustakan yang haq. Seandainya Musa ‘alaihis salaam
hidup di antara kalian, maka tidak halal baginya kecuali mengikutiku.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwa dia berkata: “Wahai kaum
muslimin! Bagaimana kalian bisa bertanya sesuatu kepada Ahlul Kitab sedangkan
Al-Qur’an yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan kepada Nabi kalian telah
menceritakan sesuatu yang benar dan murni tentang Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kalian bahwa Ahlul
Kitab telah mengganti dan merubah isi Al-Kitab kemudian mereka menulisnya
sendiri dengan tangan-tangan mereka, lalu berkata ‘Ini berasal dari Allah ‘Azza
wa Jalla’, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan
perbuatannya. Tidakkah pengetahuan kalian tentang (pengkhianatan) mereka itu
memalingkan kalian dari bertanya kepada mereka. Lalu, sekali-kali tidak demi
Allah! Tidak pernah kami melihat seorangpun dari Ahli Kitab bertanya kepada
kalian tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian.”
D.
Kitab-kitab yang
memuat israiliyat
Adapun
beberapa kitab yang memuat Israiliyyat adalah;
a)
Jamiiul
Bayan fi Tafsir Al-Qur’an
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Jarir Al-Thabariy
(224-310), seorang yang dikenal faiq, mufassir, dan ahli dalam berbagai
disiplin ilmu. Disebut-sebut sebagai Tafsir yang paling unggul dalam tafsir
bil-Ma’tsur. Paling shahih dan terkumpul di dalamnya pernyataan para sahabat
dan tabi’in. Tafsir ini dianggap sebagai referensi utama para mufassir. Bahkan
sampai Imam An-Nawawi berkata, “Kitab Ibnu jarir dalam tafsir tidak ada
duanya.”[[4]]
Bagi sebagian kalangan, dalam tafsir ini terdapat
beberapa riwayat Israiliyyat dan ini dianggap kesalahan. Riwayat itu banyak
berasal dari Ka’ab Al-Ahbar, Wahhab bin Munabbih, Ibnu Juraij, As-Sudi dan
lain-lain.
Salah satu
contoh beliau menafsirkan surat Al-Kahfi ayat 94:
قا لوا يا
ذالقرنين ان ياءجوج وماءجوج مفسدون فى الارض
“Mereka berkata: Hai Zulkarnain,
ya’juj dan ma’juj itu perusak di muka bumi.”[5]
Ibnu Jarir Al-Thabariy menyebutkan riwayat dengan
isnad yang menyatakan: “Telah menceritakan kepada kami Humaid”; ia
berkata:”telah menceritakan kepada kami salamah” ia berkata: “Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bi Ishaq, yang berkata, ““Telah menceritakan
kepada kami salah seorang ahli kitab yang telah masuk Islam, yang suka
menceritakan kisah-kisah asing: “dari warisan-warisan cerita yang
diperoleh, dikatakan bahwa Zulkarnain termasuk salah seorang penduduk Mesir.
Nama lengkapnya Mirzaban bin Murdhiyah, bangsa Yunani keturunan Yunann bin
Yafits bin Nuh dan seterusnya.”
Oleh para muhaqqiq seharusnya Ibnu jarir tidak menukil
riwayat-riwayat yang belum jelas kesahihannya berkenaan dengan Israiliyyat.
Namun, bagaimanapun juga beliau selalu menulis lengkap sanad-sanad riwayat yang
dinukilnya.[[6]]
b)
Tafsir
Muqatil
Disusun oleh muqatil bin Sulaiman wafat tahun 150 H.
Dikenal sebagai ahli tafsir. Beliau banyak mengambil hadis dari Mujahid, Atha
bin Rabah. Dhahak, dan Atiyyah.
Tafsir karya Muqatil terkenal sebagai tafsir yang
satrat dengan cerita-cerita Israiliyyat tanpa memberi sanad sama sekali.
Disamping itu tidak ditemukan komentar penelitian dan penjelasannya, mana yang
hak dan yang batil. Contoh yang diceritakan dalam tafsir ini hampir merupakan
bagian dari khurafat.
E. Sikap Ulama tentang Kisah-kisah Israiliyat
Para ulama terutama ulama ahli
tafsir berbeda pendapat dalam menyikapi berita-berita israiliyat,
mereka terbagi menjadi Empat kelompok:
1. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini
dengan menyebutkan sanad-sanadnya dan berpandangan bahwa dengan menyebutkan
sanad-sanadnya maka telah gugur tanggung jawabnya. Di antara mereka adalah Ibnu
Jarir Ath-Thabari rahimahullaahu.
2. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah israiliyat
dan kebanyakan tanpa menyertakan sanadnya, maka ibarat (mereka) adalah pencari
kayu bakar di malam hari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaahu
berkomentar tentang kitab Tafsir Al-Baghawi rahimahullaahu:
“Itu adalah ringkasan dari Tafsir Ats-Tsa’labi, hanya saja
Al-Baghawi menjaga tafsirnya dari hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan
pemikiran-pemikiran yang bid’ah.” Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâhu
mengomentari tentang Tsa’labi bahwa dia adalah pencari kayu bakar di malam hari
karena Tsa’labi menukilkan semua yang dia dapati dari kitab-kitab tafsir baik shahih,
dha’if ataupun maudhu[[13]]’.
3. Di antara mereka ada yang banyak meriwayatkan kisah-kisah ini
lalu ada ulama yang mengkritik sebagian riwayatnya bahwa itu dhaif
atau mungkar. Contohnya Ibnu Katsir.
4. Di antara mereka ada yang berlebihan dalam menolak kisah-kisah israiliyat
dan sama sekali tidak menyebutkan dalam kitab tafsir Al-Qur’an-nya. Contohnya
Muhammad Rasyid Ridha.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya pengaruh Israiiliyat terhadap
ilmu Tafsir adalah untuk memahami al-Qur’an.
Karena itu tafsir al-Qur’an mempunyai peranan yang sangat besar.Namun,ilmu
tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak berharga lagi ketika terkontaminasi
dengan hal yang merusak keabsahan dan kebenarannya,dan akan merusak bagi
kalangan yang awam yang tidak mengetahuinya.
Tapi,Para
ulama yang berkecimpung dalam ilmu tersebutpun telah memberikan syarat
standarisasi diterima atau tidaknya, bagus atau buruknya ilmu tafsir tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Az-Zahabi, MuhammadHusain Penyimpangan dalam Penafsiran
al-Qur'an tabu.(Jakarta: Rajawali, 1986)
2. Na’na’ah,Ramzi,Al-Israiliyyat
wa Atsaruha fi kutubit Tafsir (Damaskus: Darul Qalam, 1980)
3. As-Shobuni,Muhammad
4. M.Karman dan Supiana Ulumul Quran (Jakarta:Pustaka
Islamika)
5. http://ikpma-mesir.blogspot.com/2013/02/israiliyyat-dalam-kitab-tafsir_27.html
[1]
http://ikpma-mesir.blogspot.com/2013/02/israiliyyat-dalam-kitab-tafsir_27.html
[2] Muhammad husain Az-Zahabi, hal.
165
[3] Ramzi Na’na’ah, Op.Cit, hal.
76
[4]Muhammad Ali As-shobuni, Op.cit,
hal190
[5]
Alquran dn terjemah
[6]
Supiana dan M. Karman,
Op.Cit, hal. 206
[7] Muhammad Ali As-shobuni, Op.cit,
hal. 192
[8] Muhammad Husein Al-Zahabi, Op.cit,
hal 223
[9]
Alquran dan Terjemahan
[10]
Muhammad Husein Al-Zahabi, Op.cit,
hal,232
[11]
Ibid,223
[12] Muhammad Husain Az-Zahabi, Op.Cit.
hal. 165
[13]Al-Zahabi,op.cit hl.68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar